OLEH
: ARIPIANTO
Kontrak
minyak Blok Siak antara pemerintah dengan PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) yang
akan berakhir pada
27 November 2013. ini tentu kita harapkan pemerintah
dapat mengambil alih dan merebut kilang
minyak yang selama ini dikelolah CPI.PT Riau Petrolium dan PT SPR
sebagai BUMD sebagai pengelola, dimana Pemprov Riau sebagai wilayah tempat Blok
Siak beroperasi. Pemprov
Riau harus menyadari bahwa potensi minyak Riau sudah saatnya dikelola oleh
bangsa sendiri. Tidak ada alasan pemerintah hanya sekadar ucapan-ucapan
optimistis saja yang mampu merebut Blok Siak. Namun harus ada gerak yang
memperlihatkan kegigihan perjuangan untuk mengambil alih Blok Siak itu. Bukan
hanya saat injury time saja optimisme itu muncul.
Sebenarnya ada bukti bahwa bangsa
ini bisa mengelola minyak di Riau. Lihat apa yang sudah dilakukan PT Bumi Siak
Pusako ketika menjalin kerjasama dengan PT Pertamina Hulu melalui Badan
Operasional Bersama. Harusnya, di tingkat nasional bentuk dan model kerjasama
BUMD ini patut diteruskan dan dikembangkan yang mulai sekarang Blok Siak sudah
harus disiapkan untuk dikelola oleh bangsa sendiri. Kepemilikan saham Blok Siak ke BUMD setempat
merupakan salah satu upaya meningkatkan peran nasional dalam pengelolaan blok
migas. Namun, pemerintah hingga kini belum memutuskan apakah kontrak Chevron di
Blok Siak akan diperpanjang atau tidak.
Tapi ini tentu sangat kita harapkan
bila pengelolahaan dan keseriusan pemerintah dalam hal ini untuk komitmen mengelola Blok Siak yang akan segera
berakhir. Untuk itu, keinginan pihak swasta untuk mengelola Blok Siak
menunjukkan kawasan tersebut memiliki potensi dan value positif untuk dapat dikembangkan.
Sehingga, diharapkan menjadi pemacu semangat dalam mengeksploitasi sumber daya
alam. Tentunya komitmen pengelolaan Blok Siak sudah pasti memiliki pengaruh
positif dalam memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi perkembangan daerah.
Sehingga diharapkan dapat mendukung upaya menyejahterakan masyarakat.
Siapkah Riau Mengelolah Blok Siak??
Pengelolahaan Blok Siak Mestilah harus
didukung dengan SDM dan tekhnologi yang maksimal.Sampai
dengan saat ini, Riau menjadi propinsi pemasok minyak terbesar di Indonesia
(sekitar 70 persen dari sekitar 1 juta barrel/hari keseluruhan total produksi
minyak Indonesia). Kabupaten Bengkalis memberi kontribusi 90 persen dari total
minyak di Riau, yang dioperasikan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI). Hasil
eksplorasi minyak ini telah menempatkan Riau sebagai salah satu daerah yang
penyumbang devisa terbesar bagi negeri ini. Salah satu wacana untuk
meningkatkan penerimaan bagi daerah penghasil minyak dan gas bumi adalah dengan
meningkatkan peran daerah dalam pengelolaan industri hulu minyak dan gas bumi.
Salah satu cara bagi daerah untuk dapat meningkatkan peran dalam industri migas
adalah dengan menjadi Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) terdapat dua Wilayah
Kerja Pertambangan (WKP) yang akan segera berakhir masa kontraknya...Pertama,
Siak Block berlokasi
di di Kabupaten Siak, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Kampar, dan Bengkalis, yang
dikelola oleh Chevron Siak Incorporated. Dengan operator PT Chevron Pacific Indonesia dengan luas areal
8.314 km2 (original) dan
2.480,47 km2 (present size).
Kontrak tersebut akan berakhir pada tanggal 27 November 2013. Kedua,South
and Central Sumatera Block berlokasi
di Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu, yang dikelola oleh PT. Medco E&P
Indonesia dengan luas areal 10.216 km2 (original)
dan 4.451,10 km2 (present size).
Kontrak tersebut akan berakhir pada tanggal 27 November 2013.
Menurut
Bapak Gubenur Riau Pengelolahaan Blok Siak oleh
Pemerintah Provinsi Riau yang disampaikan kepada Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral dimana dalam surat tersebut Gubernur meminta agar Riau
melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) merupakan sebagai kesempatan pertama untuk melakukan
pengelolaan pada Siak Block dan South
and Central Sumatera Block. Dengan menjadi kontraktor, disamping
mendapat bagian dari Dana Bagi Hasil Migas, maka daerah akan mendapat beberapa
keuntungan yang lain. Pertama, keuntungan dari pengelolaan industri hulu migas
dapat dijadikan sumber Pendapatan Asli Daerah. Kedua, dapat menjadi wahana
untuk pemberdayaan potensi lokal dalam pengelolaan industri hulu migas. Ketiga,
dapat menjadi leverage bagi pertumbuhan ekonomi lokal.
Tinjau Hukum Menurut UU
No 22 tahun 2001
pengelolaan
migas di Blok Siak di bumi
pertiwi ini sudah cukup panjang. Sebagai
sumber daya alam migas, Blok Siak pada awalnya dikenal sebagai C&T Siak
Block. Dimana pada saat itu
Pemerintah Indonesia mempercayakan kontrak pengelolaannya kepada Calastic
& Topco yang ditandatangani pada tanggal 28 Nopember 1963. Aktifitas
eksplorasi dilakukan pertama kali pada tahun 1966. Pada tahun-tahun berikutnya
dilakukan pengeboran eksplorasi di beberapa lapangan (field). Pada
tahun 1968 dilakukan eksplorasi di lokasi Siringgo, Mahanto, Gedang, Cabang,
dan Manggala. Sedangkan pada tahun 1972 dilakukan pengeboran di Gadang,
Gerringgin, Kotalama, dan Rantau.
Jika
kita Menelaah dalam Undang-undang Dasar
45 pasal 33 (3) diatur bahwa bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Minyak bumi merupakan asset negara yang habis pakai dan
tidak terbarukan (depleted and non renewable asset). Keberadaannya
masih cukup penting bagi negara Indonesia karena masih merupakan penunjang
utama perekonomian dan keuangan negara. Oleh karena itu Pemerintah sebagai
Pemegang Kuasa Pertambangan menentukan kebijakan dan melakukan pengusahaan
terhadap minyak dan gas bumi untuk mencapai tujuan yang termaktub dalam pasal
33 (3) UUD 45. Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 22 tahun 2001 diatur
mengenai kegiatan hulu migas yaitu kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu
pada kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi. Kegiatan usaha hulu
dilaksanakan dan dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama (KKS) antara Badan
Usaha atau Bentuk Usaha Tetap tetap dengan Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi
(BP MIGAS), didalam KKS tersebut paling sedikit memenuhi persyaratan.Pertama, kepemilikan
sumberdaya alam tetap di tangan pemerintah sampai pada titik penyerahan.Kedua,
pengendalian manajemen operasi berada pada badan pelaksana.Ketiga, modal dan
resiko seluruhnya ditanggung Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap.
Apalagi
Jika ditinjau dari
aspek hukum, pelaksanaan kontrak minyak
dan gas bumi harus berpegang pada asas keseimbangan hukum yang terdiri dari
asas keadilan (justice), kemanfaatan (expediency), dan
kepastian hukum (legal certainty). Kita harus bersyukur bahwa dalam Undang-Undang nomor 22
tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi menyebutkan bahwa pengusahaan industri
hulu minyak dan gas bumi dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Daerah.
Sehingga dengan melalui BUMD yang dibentuk oleh pemerintah daerah, maka
masyarakat Riau berpeluang untuk kembali memperoleh hak pengelolaan minyak dan
gas bumi di Siak Block.