OLEH : ARIPIANTO
Untuk dapat mewujudkan masyarakat Riau yang mempunyai
kemampuan ekonomi yang tinggi baik secara lokal, nasional dan regional serta
dilandasi dengan nilai-nilai hakiki kebudayaan Melayu yang beradab, bermoral
dan tangguh menghadapi era globalisasi dan modernisasi yang pada akhirnya
menjadikan masyarakat Riau maju dan mandiri, sejahtera lahir dan bathin dan
beradat istiadat Melayu yang agamis. Dalam Filosofi
Pembangunan Daerah Provinsi Riau mengacu kepada nilai-nilai luhur kebudayaan
Melayu sebagai kawasan lintas budaya yang telah menjadi jati diri masyarakatnya
sebagaimana terungkap dari ucapan Laksamana Hang Tuah “Tuah Sakti Hamba Negeri,
Esa Hilang Dua Terbilang, Patah Tumbuh Hilang Berganti, Takkan Melayu Hilang di
Bumi” . Posisi strategis
Provinsi Riau ditinjau secara geografis, geoekonomi dan geopolitik menjadikan
kawasan Riau sebagai kawasan yang dapat berperan penting dimasa yang akan
datang, terutama terletak di jalur perdagangan dan ekonomi internasional.
Anggaran APBD Riau
kemana??
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau
tahun 2010 senilai 4,1 triliun rupiah akhirnya disetujui oleh DPRD Riau.
Persetujuan tersebut dikeluarkan melalui rapat paripurna DPRD Provinsi Riau,
Senin (14/12/09), sedangkan pada tahun 2011 DPRD Riau secara mufakat dalam
menyetujui pengesahan APBD Riau 2011 sebesar Rp 4.499 triliun, sedangkan pada
tahun ini DPRD Riau mengesahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
tahun anggaran 2012 sebesar Rp6,367 triliun. Dengan
APBD yang besar itu belum mampu dimanfaatkan oleh pemerintah untuk kemakmuran
masyarakat riau apa lagi mensejahterahkan, ini terlihat masih banyak
didaerah-daerah diriau yang saat ini kurang diperhatikan.
Kegagalan Kepala daerah
Janji kampanye disampaikan dalam penyampaian visi dan misi di
paripurna DPRD kemudian dijadikan Rancangan Kerja Jangka Menengah (RPJM) bagi
pemenang Pemilukada. RPJM Riau 2009-2013
merupakan cetak biru pembangunan Riau selama kurun 5 tahun ke depan yang
diambil dari janji kampanyenya bersama Wagubri Raja Mambang Mit. Hanya saja RPJM Riau 2009-2013 sudah tidak murni lagi
karena pada 2011 lalu sudah diajukan revisi yang disetujui DPRD Riau. Saat ini
Pemprov Riau juga kembali mengajukan revisi RPJM dan masih dalam proses di
dewan. Ada garis merah yang menunjukkan kegagalan Gubri M Rusli Zainal
merealisasikan janji kampanye, untuk target pengurangan angka kemiskinan,
pertumbuhan ekonomi dan pengurangan angka pengangguran terbuka. Berdasarkan
RPJM asli, untuk target pertumbuhan ekonomi Riau tanpa Migas yang ditargetkan
Gubri adalah 7,95 persen (2009), 8,25 persen (2010), 8,55 persen (2011, 8,90
persen (2012) dan 9,26 persen (2013).
Kemudian pada RPJM revisi indikator
pertumbuhannya diturunkan menajdi hanya 6,52 persen (2009), 6,71 persen (2010),
6,84 persen (2011), 6,96 persen (2012) dan 7,01 persen (2013). Meskipun sudah direvisi, namun dalam realisasinya
ternyata Gubri tetap saja gagal mencapai target yang sudah diturunkan.
Berdasarkan Laporan Pertanggung-jawaban (LKPj) kepala daerah tahunan, terbukti
kegagalan tersebut, karena pada 2009 lalu di LKPj Gubri hanya mampu mencapai
pertumbuhan ekonomi 6,44 persen, kemudian pada 2010 berhasil melewati target
yakni pertumbuhan ekonomi Riau tanpa Migas 7,16 persen. Pada 2011 kembali berhasil dengan 7,63 persen. Kegagalan paling lengkap
terjadi pada target penurunan angka kemiskinan. Pada RPJM sebelum revisi
dipatok target 9,68 persen (2009), 9,19 persen (2010), 8,58 persen (2011), 8,02
persen (2012) dan 7,49 persen (2013). Indikator tersebut lantas direvisi menjadi
9,50 persen (2009), 8,50 persen (2010), 8,00 persen (2011), 7,50 persen (2012)
dan 7,00 persen (2013). Meskipun sudah direvisi, terbukti Gubri gagal mencapai
target teresebut.
Berdasarkan LPPj 2009, hanya terjadi
penurunan angka kemiskinan 9,48 persen. Sedangkan untuk 2010 dan 2011 target
yang sudah direvisi berhasil dicapai.Demikian juga dengan janji
pengurangan angka pengangguran terbuka, Gubri terpaksa menurunkan indikatornya
dengan cara merevisi RPJM. Pada 2009 dipatok 8,69 persen direvisi menjadi 8,18
persen. 2010 dari 7,70 persen dinaikan menjadi 8,16 persen dan pada 2011 dari
7,03 persen dinaikan menjadi 8,14 persen namun berdasarkan LPPj hanya mampu
menekan angka pengangguran 5,32 persen.
Otonomi Daerah dan
Kesejahteraan masyarakat
Otonomi daerah yang merupakan hak, wewenang, dan kewajiban
daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari pengertian tersebut di atas
maka akan tampak bahwa daerah diberi hak otonom oleh pemerintah pusat untuk
mengatur dan mengurus kepentingan sendiri.
Implementasi otonomi daerah telah memasuki era baru setelah
pemerintah dan DPR sepakat untuk mengesahkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua UU otonomi daerah ini merupakan
revisi terhadap UU Nomor 22 dan Nomor 25 Tahun 1999 sehingga kedua UU tersebut
kini tidak berlaku lagi.
Sejak diberlakukannya otonomi daerah. Sebagian pemerintah daerah
bisa melaksanakan amanat konstitusi meningkatkan taraf hidup rakyat,
menyejahterakan rakyat, dan mencerdaskan rakyat. Berdasarkan data yang ada 20 %
pemerintah daerah mampu menyelenggarakan otonomi daerah dan berbuah
kesejahteraan rakyat di daerah.
Namun masih 80 % pemerintah daerah
dinilai belum berhasil menjalankan visi, misi dan program desentralisasi. Penyelenggaraan otonomi
daerah yang sehat dapat di wujudkan pertama-tama dan terutama di tentukan oleh
kapasitas yang di miliki manusia sebagai pelaksananya. Penyeenggaraan otonomi
daerah hanya dapat berjalan dengan sebaik-baiknya apabil manusia pelaksananya
baik,dalam arti mentalitas maupun kapasitasnya. Pentingnya posisi manusia
pelakana ini karena manusia merupakan unsur dinamis dalam organisasi yang
bertindak/berfungsi sebagai subjek penggerak roda organisasi pemerintahan. Oleh sebab itu kualitas
mentalitas dan kapasitas manusia yang kurang memadai dengan sendirinya
melahirkan impikasi yang kurang menguntungkan bagi penyelenggaraan otonomi
daerah.
Untuk menafsirkan konsep desentralisasi
dan otonomi daerah yang bersumber dari UUD 1945 secara tepat, sangat penting
bila kita memahami berbagai pemikiran para pendiri bangsa yang merumuskan
konsep tersebut. Menurut Mohammad Hatta, "...adalah hak rakyat untuk
menentukan nasibnya, yang tidak hanya ada pada pucuk pimpinan negeri, melainkan
juga pada setiap tempat di kota,di desa, dan di daerah" (Kompilasi UU
Otonomi Daerah, 2004). Artinya,
otonomi daerah sangat penting dalam menentukan kemajuan rakyat, bukan semata
dari petinggi pemerintah pusat.
Demikian pula pemikiran Soepomo dalam
penjelasan Pasal 18 UUD 1945: "...di daerah-daerah yang bersifat otonom
akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh karena di daerah pun pemerintahan
akan bersendi atas dasar permusyawaratan". Ini artinya, kehadiran DPRD
dalam sistem pemerintahan daerah kita merupakan wujud dari politik
desentralisasi, bukan hanya semata-mata administratif desentralisasi yang lebih
menekankan pada pendelegasian kewenangan. ***
Penulis Adalah Wakabid Litbang dan Infokom DPC GMNI Pekanbaru dan Mahasiswa PKn/FKIP/Universitas Riau
http://satunegeri.com/menagih-janji-kepala-daerah.html
http://batamtoday.com/berita21336-Menagih-Janji-Kepala-Daerah.html
http://batamtoday.com/berita21336-Menagih-Janji-Kepala-Daerah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar