OLEH : ARIPIANTO
Membangun karakter bangsa merupakan pembangunan cara pandangan hidup, tujuan hidup, falsafah hidup,
rahasia hidup serta pegangan hidup suatu bangsa. Sebagai bangsa, Indonesia yang telah memiliki pegangan hidup
yang jelas. Dimulai sejak dikumandangkannya Proclamation of Independence
Indonesia dan dicetuskannya Declaration of Independence daripada Indonesia,
sebagai cetusan kemerdekaan dan dasar kemerdekaan, sekaligus menghidupkan
kepribadian bangsa Indonesia dalam arti kata yang seluas-luasnya, meliputi
kepribadian politik, kepribadian ekonomi, kepribadian sosial, kepribadian kebudayaan
atau kepribadian nasional. Agar sukses menjadi
pribadi yang efektif di masa datang, setiap kita seharusnya tidak hanya mampu
menguasasi keterampilan dasar seperti membaca, memahami ilmu pengetahuan atau
matematika saja, tetapi juga perlu menguasai keterampilan dalam berinteraksi
sosial dan selalu memperbaiki kemampuan dirinya. Pendidikan karakter tidak cukup
dilakukan dengan mengajarkan cara menjadi manusia baik, tetapi juga cara
menjadi warga negara yang baik. Karena itu, pendidikan karakter mengandaikan
adanya kesadaran moral bersama sebagai bangsa tanpa adanya sekat-sekat
kepompong identitas.
Dalam sebuah acara sarasehan yang di pandu Dekan Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma jaya Yogyakarta Lukas Suryanto
Ispandriarno tersebut menghadirkan pembicara Yudi Latif, Ketua Umum Indonesian
Conference on Religion and Peace Prof Musdah Mulia, dan peneliti Centre for
Strategic and International Studies (CSIS) J Kristiadi Menurut Yudi, persepsi
moral dalam masyarakat sering kali diidentikkan dengan moral keagamaan semata.
Padahal, saat negara Indonesia didirikan, yang menjadi basis moral kehidupan
bukan hanya agama, melainkan juga kearifan lokal, budaya, kemanusiaan, dan
sebagainya. ”Celakanya, pemahaman masyarakat terhadap agama kadang cenderung
bersifat legal formal, sekadar melakukan simbol-simbol atau ritual keagamaan
saja daripada esensi ajarannya. Dalam konteks pendidikan karakter, yang
diperlukan adalah proses radikalisasi Pancasila seperti yang pernah disebut
Kuntowijoyo (2001). Radikalisasi yang dimaksud adalah radikalisasi untuk
membuat Pancasila lebih operasional dalam kehidupan dan ketatanegaraan, sanggup
memenuhi kebutuhan praktis atau pragmatis, dan bersifat fungsional. Sedangkan
menurut Musdah mengatakan, di Indonesia, tingkat kebencian masyarakat atas
dasar agama dan suku menduduki peringkat paling tinggi. ”Banyak orang memakai
simbol-simbol agama, tetapi tidak berperikemanusiaan. Padahal, intisari
beragama adalah memanusiakan manusia. Nilai-nilai esensial agama ternyata belum
menjadi bagian hidup, Menyikapi persoalan tersebut, masyarakat perlu untuk menginternalisasikan
dan mengaktualisasikan kembali nilai-nilai Pancasila. Pancasila sebagai dasar
negara semestinya menjadi landasan spiritualitas bangsa Indonesia. ”Ketuhanan
seharusnya menjadi landasan etik hidup bernegara, nilai-nilai kemanusiaan
semestinya menjadi landasan, nilai persatuan menjadi warisan pendiri bangsa,
nilai demokrasi menjadi acuan kehidupan berbangsa bernegara, serta nilai
keadilan menjadi tujuan semua warga tanpa terkecuali. Nilai-nilai Pancasila ini
harus direfleksikan dan diinternalisasikan lagi dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh jika saat ini belum terlihat hasil dari program
pendidikan karakter yang telah dicanangkan kementerian. Kepala Badan Penelitian
dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Khairil Anwar Notodipuro
mengatakan, perlu waktu dan sinergitas dari semua pihak untuk membentuk
karakter, khususnya pada anak-anak usia sekolah. Ada tiga hal yang menjadi
perhatian terkait upaya menanamkan pendidikan karakter. Pertama, kesadaran jika
perubahan dan pembentukan karakter tidak bisa dilakukan dalam waktu sesaat.
Kedua, minimnya waktu belajar siswa di sekolah-sekolah. "Yang
ketiga itu lebih penting, jangan menyimpulkan gagalnya pendidikan karakter
karena sebuah kasus. Kita harus menyimpulkan pada fakta yang menggejala, jika
kesalahan pendidikan dituding sebagai gagalnya pendidikan karakter, saya rasa
itu tidak adil(kompas,12/012/ 2011)
Pendidikan
Karakter Butuh Keteladanan
Pendidikan karakter tidak berhasil jika hanya retorika saja. Suksesnya pendidikan
karakter justru butuh keteladanan. sering membicarakan karakter bangsa, tetapi
hanya sebatas retorika. Tidak sedikitpun tercermin dalam kehidupan sehari-hari,
terutama dari pemimpin bangsa. Padahal, pendidikan karakter itu efektif dengan
keteladanan. Lihat saja saat ini mayoritas para pejabat terlibat kasus korupsi, money loundring, dan
mafia-mafia kejahatan. Aksi-aksi
yang di lakukan oleh geng motor, siswi married by accident, aksi
pornografi, kasus narkoba, plagiarisme dalam ujian .
Rektor-rektor
dari perguruan tinggi negeri dan swasta yang tergabung dalam Forum Rektor
Indonesia menggelar pertemuan tahunan ke-14 di Universitas Haluoleo, di
Kendari, Sulawesi Tenggara, Sabtu
(3/12/2011), para rektor menggelar diskusi soal pendidikan karakter. Tema
pertemuan rektor tahunan kali ini adalah Restorasi
Peradaban Dimulai dari Pendidikan : Pendidikan Karakter di Tengah Keragaman
Budaya dalam Memperkuat Daya Saing Bangsa. Usman Rianse, Rektor Universitas
Haluoleo sekaligus Ketua Forum Rektor Indonesia, mengatakan perguruan tinggi
sebagai tempat berkumpulnya pemikir bangsa di bidang akademis, moral, dan
sosial, harus ikut memikirkan dan mewujudkan daya saing bangsa. Hal ini dimulai
dengan pendidikan karakter untuk mendukung tegasknya empat pilar kebangsaan
yakni Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka
Tunggal Ika "Bangsa ini
menghadapi masalah fundamental degradasi karakter bangsa. Perguruan tinggi
mencoba untuk memberikan ide, konsep, gagasan secara akademis sehingga
ditemukan solusi yang elegan, kritis, dan substantif untuk menghadapi masalah
bangsa ini(Kompas, 3/12/2011)
Guru Besar Emeritus Universitas Negeri Jakarta, HAR Tilaar, nilai-nilai karakter Indoensia yang hendak dibangun itu ada di dalam nilai-nilai Pancasila, yang sebenarnya digali dari kebudayaan-kebudayaan daerah. Yang dibutuhkan sekarang ini, bagaimana pendidikan nasional kita dapat menerapkan pendidikan yang mengembangkan kreativitas, berpikir kritis, memecahkan masalah, dan berkarakter. Ini menjadi tujuan penyelenggaraan pendidikan sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor (UU) 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Mulai sekarang kita harus memberi contoh terlebih dulu kepada mereka agar pendidikan karakter yang diterapkan dapat di diajarkan kepada seluruh element masyarakat . pendidikan karakter sangat tepat diterapkan di sekolah sebagai penyaring arus globalisasi dan kemajuan teknologi.Oleh sebab itu, guru harus dapat memberikan materi saat sebelum mengajar dan menyisipkan pendidikan karakter dan budi pekerti, adat istiadat, budaya daerah dan sopan santun yang merupakan keunggulan untuk diajarkan di sekolah.
Penulis Adalah Wakil Bidang Litbang dan Infokom Dewan
Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Pekanbaru Dan Mahasiswa PKn/FKIP/Universitas Riau
Tidak ada komentar:
Posting Komentar