Jumat, 05 Oktober 2012

KARAKTER BANGSA YANG TERKIKIS


OLEH : ARIPIANTO
Membangun karakter bangsa merupakan  pembangunan cara  pandangan hidup, tujuan hidup, falsafah hidup, rahasia hidup serta pegangan hidup suatu bangsa. Sebagai bangsa, Indonesia yang telah memiliki pegangan hidup yang jelas. Dimulai sejak dikumandangkannya Proclamation of Independence Indonesia dan dicetuskannya Declaration of Independence daripada Indonesia, sebagai cetusan kemerdekaan dan dasar kemerdekaan, sekaligus menghidupkan kepribadian bangsa Indonesia dalam arti kata yang seluas-luasnya, meliputi kepribadian politik, kepribadian ekonomi, kepribadian sosial, kepribadian kebudayaan atau kepribadian nasional. Agar sukses menjadi pribadi yang efektif di masa datang, setiap kita seharusnya tidak hanya mampu menguasasi keterampilan dasar seperti membaca, memahami ilmu pengetahuan atau matematika saja, tetapi juga perlu menguasai keterampilan dalam berinteraksi sosial dan selalu memperbaiki kemampuan dirinya.  Pendidikan karakter tidak cukup dilakukan dengan mengajarkan cara menjadi manusia baik, tetapi juga cara menjadi warga negara yang baik. Karena itu, pendidikan karakter mengandaikan adanya kesadaran moral bersama sebagai bangsa tanpa adanya sekat-sekat kepompong identitas.
Dalam sebuah acara sarasehan yang di pandu Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma jaya Yogyakarta Lukas Suryanto Ispandriarno tersebut menghadirkan pembicara Yudi Latif, Ketua Umum Indonesian Conference on Religion and Peace Prof Musdah Mulia, dan peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) J Kristiadi Menurut Yudi, persepsi moral dalam masyarakat sering kali diidentikkan dengan moral keagamaan semata. Padahal, saat negara Indonesia didirikan, yang menjadi basis moral kehidupan bukan hanya agama, melainkan juga kearifan lokal, budaya, kemanusiaan, dan sebagainya. ”Celakanya, pemahaman masyarakat terhadap agama kadang cenderung bersifat legal formal, sekadar melakukan simbol-simbol atau ritual keagamaan saja daripada esensi ajarannya. Dalam konteks pendidikan karakter, yang diperlukan adalah proses radikalisasi Pancasila seperti yang pernah disebut Kuntowijoyo (2001). Radikalisasi yang dimaksud adalah radikalisasi untuk membuat Pancasila lebih operasional dalam kehidupan dan ketatanegaraan, sanggup memenuhi kebutuhan praktis atau pragmatis, dan bersifat fungsional. Sedangkan menurut Musdah mengatakan, di Indonesia, tingkat kebencian masyarakat atas dasar agama dan suku menduduki peringkat paling tinggi. ”Banyak orang memakai simbol-simbol agama, tetapi tidak berperikemanusiaan. Padahal, intisari beragama adalah memanusiakan manusia. Nilai-nilai esensial agama ternyata belum menjadi bagian hidup, Menyikapi persoalan tersebut,  masyarakat perlu untuk menginternalisasikan dan mengaktualisasikan kembali nilai-nilai Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara semestinya menjadi landasan spiritualitas bangsa Indonesia. ”Ketuhanan seharusnya menjadi landasan etik hidup bernegara, nilai-nilai kemanusiaan semestinya menjadi landasan, nilai persatuan menjadi warisan pendiri bangsa, nilai demokrasi menjadi acuan kehidupan berbangsa bernegara, serta nilai keadilan menjadi tujuan semua warga tanpa terkecuali. Nilai-nilai Pancasila ini harus direfleksikan dan diinternalisasikan lagi dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh  jika  saat ini belum terlihat hasil dari program pendidikan karakter yang telah dicanangkan kementerian. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Khairil Anwar Notodipuro mengatakan, perlu waktu dan sinergitas dari semua pihak untuk membentuk karakter, khususnya pada anak-anak usia sekolah. Ada tiga hal yang menjadi perhatian terkait upaya menanamkan pendidikan karakter. Pertama, kesadaran jika perubahan dan pembentukan karakter tidak bisa dilakukan dalam waktu sesaat. Kedua, minimnya waktu belajar siswa di sekolah-sekolah.   "Yang ketiga itu lebih penting, jangan menyimpulkan gagalnya pendidikan karakter karena sebuah kasus. Kita harus menyimpulkan pada fakta yang menggejala, jika kesalahan pendidikan dituding sebagai gagalnya pendidikan karakter, saya rasa itu tidak adil(kompas,12/012/ 2011)
Pendidikan Karakter Butuh Keteladanan
Pendidikan karakter tidak berhasil jika hanya retorika saja. Suksesnya pendidikan karakter justru butuh keteladanan.  sering membicarakan karakter bangsa, tetapi hanya sebatas retorika. Tidak sedikitpun tercermin dalam kehidupan sehari-hari, terutama dari pemimpin bangsa. Padahal, pendidikan karakter itu efektif dengan keteladanan. Lihat saja saat ini mayoritas para pejabat terlibat kasus korupsi, money loundring, dan mafia-mafia kejahatan. Aksi-aksi yang di lakukan oleh geng motor, siswi married by accident, aksi pornografi, kasus narkoba, plagiarisme dalam ujian .
Rektor-rektor dari perguruan tinggi negeri dan swasta yang tergabung dalam Forum Rektor Indonesia menggelar pertemuan tahunan ke-14 di Universitas Haluoleo, di Kendari, Sulawesi Tenggara,  Sabtu (3/12/2011), para rektor menggelar diskusi soal pendidikan karakter. Tema pertemuan rektor tahunan kali ini adalah Restorasi Peradaban Dimulai dari Pendidikan : Pendidikan Karakter di Tengah Keragaman Budaya dalam Memperkuat Daya Saing Bangsa. Usman Rianse, Rektor Universitas Haluoleo sekaligus Ketua Forum Rektor Indonesia, mengatakan perguruan tinggi sebagai tempat berkumpulnya pemikir bangsa di bidang akademis, moral, dan sosial, harus ikut memikirkan dan mewujudkan daya saing bangsa. Hal ini dimulai dengan pendidikan karakter untuk mendukung tegasknya empat pilar kebangsaan yakni Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika "Bangsa ini menghadapi masalah fundamental degradasi karakter bangsa. Perguruan tinggi mencoba untuk memberikan ide, konsep, gagasan secara akademis sehingga ditemukan solusi yang elegan, kritis, dan substantif untuk menghadapi masalah bangsa ini(Kompas, 3/12/2011)

Guru Besar Emeritus Universitas Negeri Jakarta, HAR Tilaar, nilai-nilai karakter Indoensia yang hendak dibangun itu ada di dalam nilai-nilai Pancasila, yang sebenarnya digali dari kebudayaan-kebudayaan daerah. Yang dibutuhkan sekarang ini, bagaimana pendidikan nasional kita dapat menerapkan pendidikan yang mengembangkan kreativitas, berpikir kritis, memecahkan masalah, dan berkarakter
. Ini menjadi tujuan penyelenggaraan pendidikan sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor (UU) 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Mulai sekarang kita harus memberi contoh terlebih dulu kepada mereka agar pendidikan karakter yang diterapkan dapat di diajarkan kepada seluruh element masyarakat . pendidikan karakter sangat tepat diterapkan di sekolah sebagai penyaring arus globalisasi dan kemajuan teknologi.Oleh sebab itu, guru harus dapat memberikan materi saat sebelum mengajar dan menyisipkan pendidikan karakter dan budi pekerti, adat istiadat, budaya daerah dan sopan santun yang merupakan keunggulan untuk diajarkan di sekolah.







Penulis Adalah Wakil Bidang Litbang dan Infokom Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Pekanbaru Dan Mahasiswa PKn/FKIP/Universitas Riau


Tidak ada komentar:

Posting Komentar