OLEH : ARIPIANTO
Kehidupan bangsa Indonesia memerlukan adanya implementasi
nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila, supaya nilai norma dan etika
yang terkandung di dalam Pancasila benar-benar menjadi bagian yang utuh dan
dapat menyatu dengan kepribadian setiap manusia Indonesia, sehingga dapat
membentuk pola sikap, pola pikir dan pola tindak serta memberi arah kepada
manusia Indonesia
Buruknya Birokrasi Lahirkan Para Koruptor
Pada masa Orde Baru sampai menjelang masa transisi tahun
1998, kondisi birokrasi diIndonesia mengalami kecenderungan inefisiensi,
penyalahgunaan wewenang, kolusi, korupsi dan nepotisme. Birokrasi dijadikan
alat status quo mengkooptasi masyarakat guna mempertahankan dan memperluas
kekuasaan monolitik.Birokrasi Orde Baru dijadikan secara struktural untuk
mendukung pemenangan partai politik pemerintah. Padahal birokrasi diperlukan
sebagai aktor public services yang netral dan adil, dalam beberapa kasus
menjadi penghambat dan sumber masalah berkembangnya keadilan dan demokrasi,
terjadi diskriminasi dan penyalahgunaan fasilitas, program dan dana negara...(media
indonesia 12/05/2008)
Buruknya Birokrasi tetap menjadi salah satu problem
terbesar yang di hadapi asia Politicaland Economic Risk Consultancy(PERC) yang
berbasis dihongkong meneliti pendapatan para eksekutif bisnis asing(
expatriats), hasilnya birokrasi Indonesia di nilai termasuk terburuk dan belum
mengalami perbaikkan berarti dibandingkan keadaan di tahun1999, meskipun lebih
baik di banding keadaan China, Vietnam dan India.
Ditahun 2000, Indonesia memperoleh skor 8,0 atau tak
bergerak dari skor 1999, dari kisaran skor yang di mungkinkan, yakni nol untuk
terbaik dan 10 untuk terburuk skor 8,0 atau jauh di bawah rata-rata ini di
peroleh berdasarkan pengalaman dan persepsi expatriats yang menjadi responden
bahwa antara lain menurut mereka masih banyak pejabat tinggi pemerintah
Indonesia yang memanfaatkan posisi mereka untuk memperkaya diri sendiri
dan terdekat. Para eksekutif bisnis yang di survey PERC juga berpendapat,
sebagaian besar negara di kawasan asia masih perlu menekan hambatan birokrasi(red
tape barriers). Mereka juga mencatat beberapa kemajuan, terutama dengan
tekanan terhadap birokrasi untuk melakukan reformasi. Reformasi
menurut temuan PERC terjadi di beberapa negara Asia seperti Thailand dan Korea
Selatan. Peringkat Thailand dan Korea tahun 2000 membaik, meskipun di bawah
rata-rata, yakni masing-masing 6,5 dan 7,5 dari tahun lalu yang 8,14 dan 8,7
tahun lalu(1999), hasil penelitian PERC menempatkan Indonesia sebagai negara
dengan tingkat korupsi tertinggi dan sarat kroniisme dengan skor 9,991 untuk
korupsi 9,09 untuk kronoiisme dengan skala penilaian yang sama antara nol yang
terbaik hingga sepuluh yang terburuk. Sampai akhir kekuasaan Presiden Soeharto,
Indonesia belum memiliki kebijakan publik yang mengatur pembatasan hubungan
partai politik terhadap birokrasi , akibatnya birokrasi menjadi
infinitas(meluas tidak terbatas) terjadi politisasi birokrasi, yang menyumbang
terjadinya proses pembusukan politik dan melemahnya kinerja birokrasi.
Birokrasi di perlukan, tapi terkadang menjadi penghambat dan sumber masalah
berkembangnya demokrasi. Reformasi merupakan langkah-langkah pembusukkan
politik. Birokrasi
pasca berhentinya Presiden Soeharto ada dalam persimpangan jalan antara adanya
upaya pihak yang ingin tetap mempertahankan berlangsungnya politisasi birokrasi
(bureaucratic polity), berhadapan dengan pihak yang menginginkan di
tegaknya reformasi, ketidakberpihakan politik dan profesionalisme birokrasi.
Arah baru atau model reformasi birokrasi perlu di rancang untuk mendukung
demokratisasi dan terbentuknya clean and good governance yaitu tumbuhnya
pemerintah yang rasional, melakukan transpransi dalam berbagai urusan publik,
memilki sikap kompetisi antar departemen dalam memberikan pelayanan, mendorong
tegaknya hukum dan bersedia memberikan pertanggungjawaban terhadap publik(Public
Accountibility) secara teratur...
Birokrasi
Yang Pancasilais
Agenda reformasi birokrasi bersifat sangat luas dan
kompleks. Tindakan yang harus diambil agar perbaikan dapat terwujud secata
efektif tidak dapat hanya bersifat tampal sulam. Pembenahan
harus lah menyeluruh menyangkut sistem administrasi keseluruhan institusi
dan kelembagaan negara dan pemerintahan yang ada, sistem peraturan
perundangan-undangan dan etika jabatan yang mencakup prinsip-prinsip ‘the rule
of law’ dan ‘the rule of ethics,sistem administrasi dan manajemen sumber daya
manusia (human resouirces management) baik yang berkenaan dengan pejabat
negara, pejabat negeri, serta pegawai negeri sipil dan pegawai non-sipil,
sistem informasi dan komunikasi serta administrasi pelayanannya,
dan dukungan sarana, prasarana, dan dana berserta sistem administrasinya.
Dasar negara kita Pancasila yang berisi lima nilai dasar,
dimana Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia di
jadikan sebagai dasar untuk menciptakan birokrasi ala pancasilais. Jika kita
lihat dari kelima sila itu terkesan sederhana dan mudah dicerna. Akan
tetapi dalam kenyataan praktik, sering kali birokrasi kita tidak memahami
serta memiliki persepsi-persepsi yang berbeda dengan pengertian sila demi sila
itu. Pengertian Pancasila tidak boleh direduksi hanya dalam konteks satu sila
saja, tetapi harus menyeluruh dan simultan. Setiap aparat birokrasi kita harus
lah berketuhanan YME, berkemanusiaan yang adil dan beradab, bersatu, bersifat
kerakyatan, dan berorientasi keadilan sosial.
Dalam sistem ketatanegaraan yang belum tertib dan
fungsional seperti sekarang ini, peran kepemimpinan menjadi sangat sentral
untuk menjamin terjadinya perbaikan untuk kepentingan rakyat. Setiap pejabat
atau pemegang jabatan (ambtsdraggers, officials, officers, fungsionaris),
mulai dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah perlu menyadari
kekuatan pengaruh kepemimpinannya dan memanfaatkannya dengan tulus, ikhlas, dan
jujur, semata-mata untuk kepentingan rakyat. Setiap pemimpin, dalam lingkungan
tanggungjawabnya masing-masing harus mendisiplinkan diri dan para anggotanya
untuk secara bersama-sama bekerja untuk mencapai tujuan organisasi yang
pancasilais. Setiap
pemimpin harus sanggup menjadi contoh, dan mampu menggerakkan roda organisasi
guna mencapai tujuan bersama. Jika, kita menginginkan bersihnya sistem
birokrasi dalam lingkup tanggungjawab kita masing-masing, maka setiap
penanggungjawab harus sanggup menjadikan dirinya contoh dalam menerapkan
kehidupan yang bersih, dan mampu membersihkan lingkungan tanggungjawabnya
dengan otoritas atau kewenangan yang dipercayakan kepadanya. Jika kita mengacu
kepada Amanat MPR-RI Tap MPR-RI Nomor VI/2001 yang mengamanatkan agar Presiden
membangun kultur birokrasi Indonesia pancasilais
serta dapat menjadi pelayan masyarakat, abdi negara,
contoh dan teladan masyarakat. Reformasi Birokrasi ala pancasilais harus dimulai dari penataan kelembagaan dan
sumberdaya manusia yang mengacu kepada kelima sila pancasila .
Reformasi birokrasi Pancasilais perlu dilakukan pada setiap unit-unit kerja pelayanan publik seperti imigrasi, bea-cukai, pajak, pertanahan, kepolisian, kejaksaan, pemerintahan daerah dan pada institusi atau instansi pemerintah yang rawan KKN, seperti pemerintah pusat/daerah, kepolisian, kejaksaan, legislatif, yudikatif, dan departemen dengan anggaran besar seperti departemen pendidikan, departemen agama, dan departemen pekerjaan umum.Menurut pakar birokrasi (Ernawan, 1988) suatu sistematika kegiatan kerja yang diatur atau diperintah oleh suatu kantor melalui kegiatan-kegiatan administrasi.
Reformasi birokrasi Pancasilais perlu dilakukan pada setiap unit-unit kerja pelayanan publik seperti imigrasi, bea-cukai, pajak, pertanahan, kepolisian, kejaksaan, pemerintahan daerah dan pada institusi atau instansi pemerintah yang rawan KKN, seperti pemerintah pusat/daerah, kepolisian, kejaksaan, legislatif, yudikatif, dan departemen dengan anggaran besar seperti departemen pendidikan, departemen agama, dan departemen pekerjaan umum.Menurut pakar birokrasi (Ernawan, 1988) suatu sistematika kegiatan kerja yang diatur atau diperintah oleh suatu kantor melalui kegiatan-kegiatan administrasi.
Penulis Adalah Wakil Bidang
Litbang dan Infokom Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional
Indonesia (GMNI) Kota Pekanbaru
Dan Mahasiswa PKn/FKIP/Universitas Riau
Tidak ada komentar:
Posting Komentar