Jumat, 05 Oktober 2012

REFORMASI BIROKRASI ALA PANCASILAIS


OLEH : ARIPIANTO
Kehidupan bangsa Indonesia memerlukan adanya implementasi nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila, supaya nilai norma dan etika yang terkandung di dalam Pancasila benar-benar menjadi bagian yang utuh dan dapat menyatu dengan kepribadian setiap manusia Indonesia, sehingga dapat membentuk pola sikap, pola pikir dan pola tindak serta memberi arah kepada manusia Indonesia
Buruknya Birokrasi Lahirkan Para Koruptor
Pada masa Orde Baru sampai menjelang masa transisi tahun 1998, kondisi birokrasi diIndonesia mengalami kecenderungan inefisiensi, penyalahgunaan wewenang, kolusi, korupsi dan nepotisme. Birokrasi dijadikan alat status quo mengkooptasi masyarakat guna mempertahankan dan memperluas kekuasaan monolitik.Birokrasi Orde Baru dijadikan secara struktural untuk mendukung pemenangan partai politik pemerintah. Padahal birokrasi diperlukan sebagai aktor public services yang netral dan adil, dalam beberapa kasus menjadi penghambat dan sumber masalah berkembangnya keadilan dan demokrasi, terjadi diskriminasi dan penyalahgunaan fasilitas, program dan dana negara...(media indonesia 12/05/2008)
Buruknya Birokrasi tetap menjadi salah satu problem terbesar yang di hadapi asia Politicaland Economic Risk Consultancy(PERC) yang berbasis dihongkong meneliti pendapatan para eksekutif bisnis asing( expatriats), hasilnya birokrasi Indonesia di nilai termasuk terburuk dan belum mengalami perbaikkan berarti dibandingkan keadaan di tahun1999, meskipun lebih baik di banding keadaan China, Vietnam dan India.
Ditahun 2000, Indonesia memperoleh skor 8,0 atau tak bergerak dari skor 1999, dari kisaran skor yang di mungkinkan, yakni nol untuk terbaik dan 10 untuk terburuk skor 8,0 atau jauh di bawah rata-rata ini di peroleh berdasarkan pengalaman dan persepsi expatriats yang menjadi responden bahwa antara lain menurut mereka masih banyak pejabat tinggi pemerintah Indonesia yang memanfaatkan posisi mereka untuk memperkaya  diri sendiri dan terdekat. Para eksekutif bisnis yang di survey  PERC juga berpendapat, sebagaian besar negara di kawasan asia masih perlu menekan hambatan birokrasi(red tape barriers). Mereka juga mencatat beberapa kemajuan, terutama dengan tekanan terhadap birokrasi untuk melakukan reformasi. Reformasi menurut temuan PERC terjadi di beberapa negara Asia seperti Thailand dan Korea Selatan. Peringkat Thailand dan Korea tahun 2000 membaik, meskipun di bawah rata-rata, yakni masing-masing 6,5 dan 7,5 dari tahun lalu yang 8,14 dan 8,7 tahun lalu(1999), hasil penelitian PERC menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat korupsi tertinggi dan sarat kroniisme dengan skor 9,991 untuk korupsi 9,09 untuk kronoiisme dengan skala penilaian yang sama antara nol yang terbaik hingga sepuluh yang terburuk. Sampai akhir kekuasaan Presiden Soeharto, Indonesia belum memiliki kebijakan publik yang mengatur pembatasan hubungan partai politik terhadap birokrasi , akibatnya birokrasi menjadi infinitas(meluas tidak terbatas) terjadi politisasi birokrasi, yang menyumbang terjadinya proses pembusukan politik dan melemahnya kinerja birokrasi. Birokrasi di perlukan, tapi terkadang menjadi penghambat dan sumber masalah berkembangnya demokrasi. Reformasi merupakan langkah-langkah pembusukkan politik.  Birokrasi pasca berhentinya Presiden Soeharto ada dalam persimpangan jalan antara adanya upaya pihak yang ingin tetap mempertahankan berlangsungnya politisasi birokrasi (bureaucratic polity), berhadapan dengan pihak yang menginginkan di tegaknya reformasi, ketidakberpihakan politik dan profesionalisme birokrasi. Arah baru atau model reformasi birokrasi perlu di rancang untuk mendukung demokratisasi dan terbentuknya clean  and good governance yaitu tumbuhnya pemerintah yang rasional, melakukan transpransi dalam berbagai urusan publik, memilki sikap kompetisi antar departemen dalam memberikan pelayanan, mendorong tegaknya hukum dan bersedia memberikan pertanggungjawaban terhadap publik(Public Accountibility) secara teratur...
Birokrasi  Yang Pancasilais
Agenda reformasi birokrasi bersifat sangat luas dan kompleks. Tindakan yang harus diambil agar perbaikan dapat terwujud secata efektif tidak dapat hanya bersifat tampal sulam. Pembenahan harus lah menyeluruh menyangkut  sistem administrasi keseluruhan institusi dan kelembagaan negara dan pemerintahan yang ada, sistem peraturan perundangan-undangan dan etika jabatan yang mencakup prinsip-prinsip ‘the rule of law’ dan ‘the rule of ethics,sistem administrasi dan manajemen sumber daya manusia (human resouirces management) baik yang berkenaan dengan pejabat negara, pejabat negeri, serta pegawai negeri sipil dan pegawai non-sipil, sistem informasi dan  komunikasi serta administrasi pelayanannya, dan  dukungan sarana, prasarana, dan dana berserta sistem administrasinya. 
Dasar negara kita Pancasila yang berisi lima nilai dasar, dimana Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia di jadikan sebagai dasar untuk menciptakan birokrasi ala pancasilais. Jika kita lihat dari kelima sila  itu terkesan sederhana dan mudah dicerna. Akan tetapi dalam kenyataan praktik, sering kali birokrasi kita  tidak memahami serta memiliki persepsi-persepsi yang berbeda dengan pengertian sila demi sila itu. Pengertian Pancasila tidak boleh direduksi hanya dalam konteks satu sila saja, tetapi harus menyeluruh dan simultan. Setiap aparat birokrasi kita harus lah berketuhanan YME, berkemanusiaan yang adil dan beradab, bersatu, bersifat kerakyatan, dan berorientasi keadilan sosial.
Dalam sistem ketatanegaraan yang belum tertib dan fungsional seperti sekarang ini, peran kepemimpinan menjadi sangat sentral untuk menjamin terjadinya perbaikan untuk kepentingan rakyat. Setiap pejabat atau pemegang jabatan (ambtsdraggers, officials, officers, fungsionaris), mulai dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah perlu menyadari kekuatan pengaruh kepemimpinannya dan memanfaatkannya dengan tulus, ikhlas, dan jujur, semata-mata untuk kepentingan rakyat. Setiap pemimpin, dalam lingkungan tanggungjawabnya masing-masing harus mendisiplinkan diri dan para anggotanya untuk secara bersama-sama bekerja untuk mencapai tujuan organisasi yang pancasilais.  Setiap pemimpin harus sanggup menjadi contoh, dan mampu menggerakkan roda organisasi guna mencapai tujuan bersama. Jika, kita menginginkan bersihnya sistem birokrasi dalam lingkup tanggungjawab kita masing-masing, maka setiap penanggungjawab harus sanggup menjadikan dirinya contoh dalam menerapkan kehidupan yang bersih, dan mampu membersihkan lingkungan tanggungjawabnya dengan otoritas atau kewenangan yang dipercayakan kepadanya.  Jika kita mengacu kepada Amanat MPR-RI Tap MPR-RI Nomor VI/2001 yang mengamanatkan agar Presiden membangun kultur birokrasi Indonesia pancasilais serta dapat menjadi pelayan masyarakat,  abdi  negara,  contoh  dan  teladan  masyarakat. Reformasi Birokrasi ala pancasilais  harus dimulai dari penataan kelembagaan dan sumberdaya manusia yang mengacu kepada kelima sila pancasila . 

Reformasi birokrasi Pancasilais perlu dilakukan pada setiap unit-unit kerja pelayanan publik seperti imigrasi, bea-cukai, pajak, pertanahan, kepolisian, kejaksaan, pemerintahan daerah dan pada institusi atau instansi pemerintah yang rawan KKN, seperti pemerintah pusat/daerah, kepolisian, kejaksaan, legislatif, yudikatif, dan departemen dengan anggaran besar seperti departemen pendidikan, departemen agama, dan departemen pekerjaan umum.Menurut pakar birokrasi (Ernawan, 1988)  suatu sistematika kegiatan kerja yang diatur atau diperintah oleh suatu kantor melalui kegiatan-kegiatan administrasi. 






Penulis Adalah Wakil Bidang Litbang dan Infokom Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Pekanbaru 
Dan Mahasiswa PKn/FKIP/Universitas Riau



Tidak ada komentar:

Posting Komentar