OLEH : ARIPIANTO
Setiap tanggal 20 Mei, bangsa kita memperingati Hari Kebangkitan
Nasional (Harkitnas), hari yang menjadi momentum perjuangan seluruh rakyat di
kepulauan Nusantara, yang ditandai dengan kelahiran organisasi Boedi Oetomo
pada tahun 1908. Bertepatan dengan hari nasional tersebut Tanggal 20 Mei 1908, menurut sejarah perjalanan
bangsa Indonesia, berdiri satu organisasi yang bernama Budi Utomo (Boedi
Oetomo), yang dikemudian hari dikenang sebagai hari kebangkitan nasional.
Boedi Oetomo dibentuk dari suatu perkumpulan kaum
muda intelektual yang jenuh dengan perlawanan terhadap penjajah Belanda secara
fisik saja, pertempuran-pertempuran di daerah sudah terlalu banyak memakan
korban di Pihak Nusantara dimana Pihak Belanda tetap berjaya dengan politik
devide et impera (memecah belah bangsa). Boedi Oetomo diprakarsai oleh: Dr.
Soetomo, Dr. Wahidin, Dr. Goenawan dan Soerjadi Soerjaningrat serta didirikan
oleh sembilan pelopornya, yaitu mahasiswa kedokteran STOVIA.Mengapa organisasi
Boedi Oetomo, sedangkan saat itu banyak organisasi yang lain, karena organisasi
ini mempunyai visi, misi, sistem, pemimpin, anggota dan segala komponen yang
dibutuhkan dalam organisasi yang berhubungan dengan memerdekakan bangsa dari
penjajahan Belanda saat itu. Kebangkitan dalam kesadaran atas kesatuan kebangsaan
yang lahir pada tanggal 20 Mei 1908 ini kemudian menjadi tonggak perjuangan
yang terus berlanjut dengan munculnya jong Ambon 1909, Sarikat Islam 1911,
Muhammadiyah 1912, Jong Java dan Jong Celebes 1917, Jong Sumatra dan Jong
Minahasa 1918., Nahdatul Ulama 1926 dan Partai Nasional Indonesia 1027
MENATA KEMBALI PRANATA SOSIAL
Sebagai negara dengan
sumber daya alam melimpah harus menata ulang pranata-pranata sosial jika ingin
bangkit dan tidak menuju “kebangkrutan nasional”. Harus ada “musuh bersama”
sehingga dapat dijadikan momentum kesadaran kolektif seluruh elemen bangsa. Apa
yang harus dijadikan musuh bersama oleh bangsa kita? Tidak mungkin Amerika,
karena negara ini bersifat terbuka. Tidak mungkin negara lain dijadikan musuh.
Musuh bersama sejati negara kita adalah “Kebodohan”. Para pendiri bangsa ini
sudah sangat tepat dalam merumuskan sistem negara. Demokrasi adalah pilihan
tepat. Tetapi tidak didukung oleh sumber daya manusia yang tepat. Semangat untuk
mencerdaskan bangsa juga sudah tercantum dalam undang-undang. Kebodohan tidak
hanya diukur oleh tingkat pendidikan. Negara telah tepat mengalokasikan
anggaran untuk sektor pendidikan 20% dari total anggaran APBN.
Tetapi apa kenyataannya, daya serap
dari program-program Kementerian
Pendidikan sebagai
lembaga eksekutor APBN tersebut sangat rendah. Anggaran tidak dapat digunakan
sebagaimana mestinya. Kementerian
Pendidikan kebingungan
dalam mengelola anggaran yang begitu besar (bukan artinya mereka bodoh, tetapi
juga bukan artinya mereka cerdas karena jika cerdas tentu anggaran sebesar itu
dapat dijadikan modal bagi kebangkitan bangsa). Kultur bangsa kita perlu
ditingkatkan ke arah penguasaan ilmu pengetahuan. Jangan pernah bermimpi untuk
bisa bangkit jika tidak menguasai ilmu pengetahuan. Lihat saja misalnya
berbagai ketidaktepatan pengambil kebijakan. Presiden
sesungguhnya telah tepat dalam merumuskan garis-garis kebijakan. Anggaran
pendidikan dibesarkan, pajak diminta ditinjau ulang, infrastuktur
diinstruksikan untuk ditingkatkan. Hanya saja tidak didukung oleh eksekutor
yang cerdas.
Jika kita lihat dari beberapa bangsa di dunia, Amerika dan Eropa
sebagai negara maju dan menjadi pusat peradaban dunia di bidang ilmu
pengetahuan saat ini juga dapat dijadikan contoh. Predikat tersebut tidak
diperoleh begitu saja, akan tetapi mengalami sejarah panjang. Pergulatan
historis dalam menumbuhkan nilai-nilai kultural pada masyarakatnya, terutama
penekanan untuk menguasai ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dibela mati-matian
meskipun harus berhadapan dengan dominasi gereja. Cofernicus berani dihukum
mati oleh pihak gereja hanya untuk mempertahankan temuannya di bidang sains. Iran, negara Islam dengan mengadopsi sistem
demokrasi Barat, adalah contoh lainnya. Iran yang sekarang tumbuh pesat di bidang
ilmu pengetahuan, juga tumbuh dari budaya kultural. Ia mewarisi budaya Persia
yang sudah sejak lama mencintai ilmu pengetahuan. Filsafat—sebagai bapaknya
Ilmu Pengetahuan—nyaris mati di dunia Islam lain, tetapi tidak di Iran.
REFLEKSI SERTA HARAPAN KEDEPAN
Di era Orde Baru, semangat Harkitnas selalu
direfleksikan dalam berbagai kegiatan di tengah-tengah masyarakat yang pada
prinsipnya merupakan wujud nyata sikap nasionalisme bangsa Indonesia. Setiap
Harkitnas digelar beraneka acara seperti, Lomba Karya Tulis, Seminar, Pameran
Pembangunan, Bazar Produksi Dalam Negeri, dan berbagai kegiatan yang
dilaksanakan di tingkat nasional maupun di seluruh daerah dan pelosok tanah
air.Di era reformasi sekarang ini kegiatan yang berhubungan atau setidaknya
agenda dalam rangka memperingati Harkitnas
seolah pudar oleh hingar bingar permasalahan yang justru mengingkari semangat
nasionalisme dan kebangsaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia?. Bukankah
reformasi sejatinya merupakan tuntutan yang didasari oleh keinginan supaya
bangsa Indonesia kembali pada rel perjuangan, sebagaimana yang diamanatkan oleh
kebangkitan nasional 20 Mei 1908 dan cita-cita perjuangan kemerdekaan RI 17
Agustus 1945? Justru di saat akan memperingati hari kebangkitan nasional,
bangsa Indonesia terpaksa harus menyaksikan tindakan penghianatan atas rasa
kebersamaan, persatuan dan kesatuan serta sikap gotong royong yang selama ini
menjadi ciri khasnya. Tindak kekerasan, aksi premanisme, korupsi dan berbagai
penyelewengan yang dilakukan oleh orang-orang yang justru mengemban amanat
rakyat di posisi yang terhormat, krisis kepercayaan terhadap lembaga peradilan,
tindakan kriminal, perkelahian antarpelajar dan antarmahasiswa, seakan menjadi
akrab dengan kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia dan merata di seluruh tanah
air. Semoga ke depan bangsa Indonesia bisa menata kehidupan yang lebih
baik sesuai dengan cita-cita perjuangan bangsa sebagaimana yang tercantum dalam
pembukaan UUD 1945 dan tentu saja amanat reformasi tahun 1998. Selamat
memperingati Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2012.
Penulis Adalah Wakil Bidang dan Infokom Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia
(GMNI)Pekanbaru Dan Mahasiswa PKn/FKIP/Universitas Riau
Tidak ada komentar:
Posting Komentar