Oleh : ARIPIANTO
Perubahaan
iklim(climite change) yang terjadi di seluruh dunia akhir-akhir ini merupakan
tantangan yang harus di hadapi oleh setiap manusia. Indonesia sebagai salah
satu negara yang memilki hutan tropis terbesar memegang peranan penting sebagai
paru-paru dunia guna mencegah efek
pemanasan global serta menjaga keseimbangan alamHutan sebagai paru-paru dunia, Hal ini sangatlah beralasan, karena hutan sangat tekait dengan
kehidupan manusia dan fenomena-fenomena yang terjadi di planet bumi ini. Selain
di tumbuhi dengan pepohonan dan tumbuhan lainnya, hutan juga identik sebagai
tempat tinggal berbagai macam hewan seperti gajah, harimau, monyet, singa,
jerapah dan masih banyak hewan lainnya. Setiap hutan yang ada pada daerah
berbeda, memiliki perbedaan jenis tumbuhan dan hewan yang tidak dapat ditemukan
di hutan lainnya atau dalam kata lain, setiap hutan yang ada di beberapa daerah
memiliki karakteristik masing-masing. Hal ini sangat dipengaruhi oleh perbedaan
iklim, tanah, dan bentuk bentang lahan di setiap daerah. Meskipun karakteristik
setiap hutan berbeda. Namun pada dasarnya, hutan di seluruh dunia memiliki tiga
bagian hutan yang sama. Bagian yang pertama adalah bagian atas tanah hutan.
Pada bagian ini dapat ditemui berbagai macam tumbuhan, hewan dan pepohonan yang
memiliki daun-daun lebar dan lebat serta batang kayu dengan lingkar batang yang
luas. Bagian kedua adalah bagian permukaan tanah. Bagian ini di tumbuhi dengan
semak belukar dan rerumputan yang hijau. Setelah bagian permukaan tanah,
terdapat bagian hutan yang terakhir, yaitu bagian bawah hutan. Bagian ini
berada di bawah permukaan. pada bagian ini dapat terlihat akar dari berbagai
tumbuhan dengan berbagai bentuk dan ukuran, mulai dari ukuran kecil, sedang
maupun besar. Semua bagian tersebut memiliki keindahan dan potensi
masing-masing yang bisa di manfaatkan oleh manusia. Hal ini juga terbukti oleh
penemuan-penemuan baru yang ditemukan oleh para penelliti. Setiap tahunnya para
peneliti sering melakukan penelitian di daerah hutan. Berbagai penelitian
tersebut telah berhasil menemukan bebagai hal baru seperti ditemukannya spesies
baru, tumbuhan langka, obat dari penyakit berbahaya, maupun hal baru yang
berkaitan dengan fenomena-fenomena alam. Hal ini menunjukan bahwa di dalam
hutan masih banyak tersimpan potensi-potensi yang belum diolah. Sang paru-paru
dunia ini masih memerlukan konstribusi tinggi dari manusia. Kontribusi dari
manusia tentunya harus dalam hal yang positif agar hutan pun bisa memberikan sesuatu
yang positif pula.
Hutan yang ada di Indonesia merupakan
hutan terluas di wilayah Asia. Hal ini berarti bahwa hutan di Indonesia
merupakan paru-paru dari benua Asia bahkan dunia, karena jika dibandingkan
dengan luas permukaan bumi, luas daratan hutan di Indonesia adalah 1,3 persen.
Hutan-hutan yang ada di Indonesia juga memiliki keanekaragaman hayati tertinggi
di dunia. Sekitar tujuh belas ribu pulau-pulau di Indonesia membentuk kepulauan
yang membentang di dua alam biogeografi-Indomalayan dan Australasian dan tujuh
wilayah biogeografi, serta menyokong banyaknya keanekaragaman dan penyebaran
spesies. hal inilah yang mendukung Indonesia memiliki keanekaragaman hayati
yang tinggi. Keanekaragaman hayati tersebut umumnya berada di wilayah hutan.
Kekayaan hayatinya mencapai 11 persen spesies tumbuhan yang terdapat di
permukaan bumi. Selain itu, terdapat 10 persen spesies mamalia dari total
binatang mamalia bumi, dan 16 persen spesies burung di dunia. Sebagian diantaranya
adalah endemik atau hanya dapat ditemui di daerah tersebut.
Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan Sumber
Daya Alamnya. Namun, pada kenyatannya yang terjadi hutan di Indonesia terus
mengalami deforestrasi (menghilangnya lahan hutan) sehingga menimbulkan dampak
negatif bagi negara, alam, masyarakat Indonesia sendiri maupun dunia.
Deforestrasi di Indonesia mulai merebak pada tahun 1970. Hutan-hutan di
Indonesia terus mengalami penyusutan. Hasil survei yang dilakukan pemerintah
menyebutkan bahwa tutupan hutan pada tahun 1985 mencapai 119 juta hektar.
Apabila dibandingkan dengan luas hutan tahun 1950 maka terjadi penurunan
sebesar 27 persen...
Antara 1970-an dan 1990-an, laju
deforestrasi diperkirakan antara 0,6 dan 1,2 juta hektar. Sedangkan berdasarkan
hasil survey Bank Dunia pada tahun 1999 laju deforestrasi rata-rata dari tahun
1985–1997 mencapai 1,7 juta hektar. Selama periode tersebut, Sulawesi,
Sumatera, dan Kalimantan mengalami deforestrasi terbesar. Secara keseluruhan
daerah-daerah ini kehilangan lebih dari 20 persen tutupan hutannya...(Kompas)
Para ahli pun sepakat, bila kondisinya masih
begitu terus, hutan dataran rendah non rawa akan lenyap dengan cepat dari
Sumatera dan Kalimantan. Setelah terjadinya kesimpang-siuran, akhirnya ditarik
suatu kesimpulan yang mengejutkan. Luas hutan alam asli Indonesia menyusut
dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Indonesia telah kehilangan hutan
aslinya sebesar 72 persen (Sumber: World Resource Institute, 1997).
Laju kerusakan hutan periode 1985-1997
tercatat 1,6 juta hektar per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi
3,8 juta hektar per tahun. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat
dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. Di Indonesia berdasarkan
hasil penafsiran citra landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektar hutan dan
lahan rusak, diantaranya seluas 59,62 juta hektar berada dalam kawasan
hutan(Badan Planologi Dephut, 2003)...
Hal ini terjadi karena fungsi asli dari
hutan telah mengalami perubahan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Penyebab kerusakan hutan di Indonesia berasal dari tindakan yang dilakukan manusia
sendiri. Manusia selalu menggunakan alasan bahwa alam semesta hanya ada untuk
memenuhi kepentingan manusia yang disebut (teori
antropotisme), sehingga banyak dari mereka mengeksploitasi hutan secara
besar-besaran. Untuk mengatasi deforestrasi yang semakin tinggi dan untuk
mencegah terjadinya masalah-masalah yang ditimbulkan,
Usaha Pemerintah
Dalam Penyelamatan Hutan
pemerintah telah melakukan beberapa usaha agar
paru-paru dunia ini bisa dijaga. Pemerintah telah melalui keputusan bersama
Departemen Kehutanan dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan sejak tahun
2001 untuk mengeluarkan larangan ekspor kayu bulat (log) dan bahan baku serpih
dan di tahun 2003, Departemen Kehutanan telah menurunkan jatah tebang tahunan
(jumlah yang boleh ditebang oleh pengusaha hutan) menjadi 6,8 juta meter kubik
setahun dan akan diturunkan lagi di tahun 2004 menjadi 5,7 juta meter kubik
setahun. Pemerintah juga telah membentuk Badan Revitalisasi Industri Kehutanan
(BRIK) yang bertugas untuk melakukan penyesuaian produksi industri kehutanan
dengan ketersediaan bahan baku dari hutan...(Media Indonesia)
Selain itu, Pemerintah juga telah berkomitmen
untuk melakukan pemberantasan illegal logging dan juga melakukan rehabilitasi
hutan melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) yang
diharapkan di tahun 2008 akan dihutankan kembali areal seluas tiga juta hektar.
Untuk menghentikan kerusakan hutan di Indonesia, maka pemerintah harus mulai
serius untuk tidak lagi mengeluarkan ijin-ijin baru pengusahaan hutan,
pemanfaatan kayu maupun perkebunan, serta melakukan penegakan hukum terhadap
pelaku ekspor kayu bulat dan bahan baku serpih. Selain peran pemerintah,
masyarakat juga bisa ikut berpartisipasi melakukan pengawasan terhadap hutan
terdekat dan masyarakat juga bisa mulai menanam pohon untuk persediaan masa
datang. Hal yang paling penting dari penanganan kerusakan hutan, Manusia harus
memahami bahwa makhluk hidup dan benda matipun memiliki keterkaitan erat(Teori Ekosentrisme). Tetapi
faktanya sekitar 3,8 juta hektar hutan di Indonesia mengalami alih fungsi atau
deforestasi pertahunnya selama beberapa tahun terakhir ini(sumber: World
Research Institute).
Kepedulian Kita Terhadap Hutan
Berdasarkan
hal tersebut dan berangkat dari kesadaran para pendirinya, Yayasan Peduli Hutan
Lestari(YPHL). YPHL melalui gerakan Indonesia Rainforest Movement berkeinginan
mengajak masyarakat untuk melesarikan hutan yang terdapat di Indonesia guna
terciptanya kondisi bumi yang lebih baik serta demi kelangsungan hidup semua
makhluk didalamnya.
Penulis Adalah Wakil Bidang Litbang dan Infokom Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Pekanbaru Dan Mahasiswa PKn/FKIP/Universitas Riau
Tidak ada komentar:
Posting Komentar