Jumat, 05 Oktober 2012

LESTARI HUTAN, TENTRAM NEGERI KU


Oleh : ARIPIANTO
Perubahaan iklim(climite change) yang terjadi di seluruh dunia akhir-akhir ini merupakan tantangan yang harus di hadapi oleh setiap manusia. Indonesia sebagai salah satu negara yang memilki hutan tropis terbesar memegang peranan penting sebagai paru-paru dunia  guna mencegah efek pemanasan global serta menjaga keseimbangan alamHutan sebagai paru-paru dunia, Hal ini sangatlah beralasan, karena hutan sangat tekait dengan kehidupan manusia dan fenomena-fenomena yang terjadi di planet bumi ini. Selain di tumbuhi dengan pepohonan dan tumbuhan lainnya, hutan juga identik sebagai tempat tinggal berbagai macam hewan seperti gajah, harimau, monyet, singa, jerapah dan masih banyak hewan lainnya. Setiap hutan yang ada pada daerah berbeda, memiliki perbedaan jenis tumbuhan dan hewan yang tidak dapat ditemukan di hutan lainnya atau dalam kata lain, setiap hutan yang ada di beberapa daerah memiliki karakteristik masing-masing. Hal ini sangat dipengaruhi oleh perbedaan iklim, tanah, dan bentuk bentang lahan di setiap daerah. Meskipun karakteristik setiap hutan berbeda. Namun pada dasarnya, hutan di seluruh dunia memiliki tiga bagian hutan yang sama. Bagian yang pertama adalah bagian atas tanah hutan. Pada bagian ini dapat ditemui berbagai macam tumbuhan, hewan dan pepohonan yang memiliki daun-daun lebar dan lebat serta batang kayu dengan lingkar batang yang luas. Bagian kedua adalah bagian permukaan tanah. Bagian ini di tumbuhi dengan semak belukar dan rerumputan yang hijau. Setelah bagian permukaan tanah, terdapat bagian hutan yang terakhir, yaitu bagian bawah hutan. Bagian ini berada di bawah permukaan. pada bagian ini dapat terlihat akar dari berbagai tumbuhan dengan berbagai bentuk dan ukuran, mulai dari ukuran kecil, sedang maupun besar. Semua bagian tersebut memiliki keindahan dan potensi masing-masing yang bisa di manfaatkan oleh manusia. Hal ini juga terbukti oleh penemuan-penemuan baru yang ditemukan oleh para penelliti. Setiap tahunnya para peneliti sering melakukan penelitian di daerah hutan. Berbagai penelitian tersebut telah berhasil menemukan bebagai hal baru seperti ditemukannya spesies baru, tumbuhan langka, obat dari penyakit berbahaya, maupun hal baru yang berkaitan dengan fenomena-fenomena alam. Hal ini menunjukan bahwa di dalam hutan masih banyak tersimpan potensi-potensi yang belum diolah. Sang paru-paru dunia ini masih memerlukan konstribusi tinggi dari manusia. Kontribusi dari manusia tentunya harus dalam hal yang positif agar hutan pun bisa memberikan sesuatu yang positif pula.
Hutan yang ada di Indonesia merupakan hutan terluas di wilayah Asia. Hal ini berarti bahwa hutan di Indonesia merupakan paru-paru dari benua Asia bahkan dunia, karena jika dibandingkan dengan luas permukaan bumi, luas daratan hutan di Indonesia adalah 1,3 persen. Hutan-hutan yang ada di Indonesia juga memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Sekitar tujuh belas ribu pulau-pulau di Indonesia membentuk kepulauan yang membentang di dua alam biogeografi-Indomalayan dan Australasian dan tujuh wilayah biogeografi, serta menyokong banyaknya keanekaragaman dan penyebaran spesies. hal inilah yang mendukung Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Keanekaragaman hayati tersebut umumnya berada di wilayah hutan. Kekayaan hayatinya mencapai 11 persen spesies tumbuhan yang terdapat di permukaan bumi. Selain itu, terdapat 10 persen spesies mamalia dari total binatang mamalia bumi, dan 16 persen spesies burung di dunia. Sebagian diantaranya adalah endemik atau hanya dapat ditemui di daerah tersebut. Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan Sumber Daya Alamnya. Namun, pada kenyatannya yang terjadi hutan di Indonesia terus mengalami deforestrasi (menghilangnya lahan hutan) sehingga menimbulkan dampak negatif bagi negara, alam, masyarakat Indonesia sendiri maupun dunia. Deforestrasi di Indonesia mulai merebak pada tahun 1970. Hutan-hutan di Indonesia terus mengalami penyusutan. Hasil survei yang dilakukan pemerintah menyebutkan bahwa tutupan hutan pada tahun 1985 mencapai 119 juta hektar. Apabila dibandingkan dengan luas hutan tahun 1950 maka terjadi penurunan sebesar 27 persen...
Antara 1970-an dan 1990-an, laju deforestrasi diperkirakan antara 0,6 dan 1,2 juta hektar. Sedangkan berdasarkan hasil survey Bank Dunia pada tahun 1999 laju deforestrasi rata-rata dari tahun 1985–1997 mencapai 1,7 juta hektar. Selama periode tersebut, Sulawesi, Sumatera, dan Kalimantan mengalami deforestrasi terbesar. Secara keseluruhan daerah-daerah ini kehilangan lebih dari 20 persen tutupan hutannya...(Kompas)
 Para ahli pun sepakat, bila kondisinya masih begitu terus, hutan dataran rendah non rawa akan lenyap dengan cepat dari Sumatera dan Kalimantan. Setelah terjadinya kesimpang-siuran, akhirnya ditarik suatu kesimpulan yang mengejutkan. Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72 persen (Sumber: World Resource Institute, 1997).
Laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. Di Indonesia berdasarkan hasil penafsiran citra landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektar hutan dan lahan rusak, diantaranya seluas 59,62 juta hektar berada dalam kawasan hutan(Badan Planologi Dephut, 2003)...
Hal ini terjadi karena fungsi asli dari hutan telah mengalami perubahan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Penyebab kerusakan hutan di Indonesia  berasal dari tindakan yang dilakukan manusia sendiri. Manusia selalu menggunakan alasan bahwa alam semesta hanya ada untuk memenuhi kepentingan manusia yang disebut (teori antropotisme), sehingga banyak dari mereka mengeksploitasi hutan secara besar-besaran. Untuk mengatasi deforestrasi yang semakin tinggi dan untuk mencegah terjadinya masalah-masalah yang ditimbulkan,
Usaha Pemerintah Dalam Penyelamatan Hutan
 pemerintah telah melakukan beberapa usaha agar paru-paru dunia ini bisa dijaga. Pemerintah telah melalui keputusan bersama Departemen Kehutanan dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan sejak tahun 2001 untuk mengeluarkan larangan ekspor kayu bulat (log) dan bahan baku serpih dan di tahun 2003, Departemen Kehutanan telah menurunkan jatah tebang tahunan (jumlah yang boleh ditebang oleh pengusaha hutan) menjadi 6,8 juta meter kubik setahun dan akan diturunkan lagi di tahun 2004 menjadi 5,7 juta meter kubik setahun. Pemerintah juga telah membentuk Badan Revitalisasi Industri Kehutanan (BRIK) yang bertugas untuk melakukan penyesuaian produksi industri kehutanan dengan ketersediaan bahan baku dari hutan...(Media Indonesia)
 Selain itu, Pemerintah juga telah berkomitmen untuk melakukan pemberantasan illegal logging dan juga melakukan rehabilitasi hutan melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) yang diharapkan di tahun 2008 akan dihutankan kembali areal seluas tiga juta hektar. Untuk menghentikan kerusakan hutan di Indonesia, maka pemerintah harus mulai serius untuk tidak lagi mengeluarkan ijin-ijin baru pengusahaan hutan, pemanfaatan kayu maupun perkebunan, serta melakukan penegakan hukum terhadap pelaku ekspor kayu bulat dan bahan baku serpih. Selain peran pemerintah, masyarakat juga bisa ikut berpartisipasi melakukan pengawasan terhadap hutan terdekat dan masyarakat juga bisa mulai menanam pohon untuk persediaan masa datang. Hal yang paling penting dari penanganan kerusakan hutan, Manusia harus memahami bahwa makhluk hidup dan benda matipun memiliki keterkaitan erat(Teori Ekosentrisme). Tetapi faktanya sekitar 3,8 juta hektar hutan di Indonesia mengalami alih fungsi atau deforestasi pertahunnya selama beberapa tahun terakhir ini(sumber: World Research Institute).
Kepedulian Kita Terhadap Hutan
Berdasarkan hal tersebut dan berangkat dari kesadaran para pendirinya, Yayasan Peduli Hutan Lestari(YPHL). YPHL melalui gerakan Indonesia Rainforest Movement berkeinginan mengajak masyarakat untuk melesarikan hutan yang terdapat di Indonesia guna terciptanya kondisi bumi yang lebih baik serta demi kelangsungan hidup semua makhluk didalamnya.
Berkaitan dengan perubahan iklim, Indonesia telah menetapkan peraturan yang berkaitan dengan implementasi REDD+ yang menyangkut lima aspek utama, yaitu : rujukan tingkat emisi, strategi, monitoring dan evaluasi, pasar dan pendanaan, serta distribusi tanggung jawab dan pendanaan. Untuk itu Indonesia telah membentuk Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), dalam bidang kehutanan secara khusus telah dibentuk Kelompok Kerja Perubahan Iklim yang sedang mempersiapkan regulasi pengembangan “Demontration Activities” dan aturan bagaimana pengembangan “REDD Activities”...(Kompas)


Penulis Adalah Wakil Bidang Litbang dan Infokom Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Pekanbaru Dan Mahasiswa PKn/FKIP/Universitas Riau



Tidak ada komentar:

Posting Komentar